The
King’s Speech
UK Film Council – Meinstein Company
Awarding
Funds From “The National Lottery”
Tahun
1925, raja George V dari kerajaan Britania Raya yang saat itu bertahta, meminta
anaknya pangeran Albert Frederick Arthur George yang merupakan seorang Duke of York untuk memberikan pidato
penutupan pameran kerajaan di stadion Wembley di London. Pangeran Albert yang
saat itu bersiap di belakang panggung tampak gugup dengan ditemani istrinya,
Elizabeth (kelak menjadi ratu Elizabeth – mengidap Pneumonia). Pangeran Albert adalah seorang yang gagap (Stammer/Stuttering). Ia nampak bingung
dan kikuk di depan mikrofon sambil menunjukkan kegagapannya saat memberikan
pidato di depan puluhan ribu orang, yang juga disiarkan ke seluruh negara
persemakmuran Britania Raya menggunakan teknologi Radio. Kata-katanya kacau,
seperti mengucapkan “God Save The King” menjadi “God s..s..sav...save t..t..the
k..k..k..ki..king”. Akhirnya, dengan perasaan dongkol dan malu, pangeran Albert
meneruskan pidatonya yang kacau balau itu.
Sepulang
dari Wembley, pangeran Albert menuju dokter pribadi khusus kerajaan. Sang
dokter menyarankan pangeran Albert untuk menghisap rokok agar tenggorokannya
rileks. Selain itu, sang dokter juga meminta Albert untuk memasukkan beberapa
kelereng ke dalam mulut hingga penuh sementara Ia juga harus membaca beberapa
kalimat dalam buku. Mulanya Elizabeth meragukan metode ini, namun sang dokter
berdalih bahwa itu adalah pendekatan klasik pada jaman Yunani kuno. Albert yang
mengulum tujuh kelereng didalam mulutnya itu membaca kalimat dengan kesusahan.
Dengan marah Ia membuang semua kelereng dalam mulutnya dan membentak sang
dokter yang hampir-hampir membunuhnya dengan pengobatan yang aneh itu.
Elizabeth
tak patah arang, Ia mencoba mencari tempat pengobatan yang dapat menyembuhkan
kegagapan suaminya tersebut. Ia pergi ke Harley Street untuk menjumpai seorang
terapis bicara yang bernama Lionel Logue yang direkomendasikan oleh presiden
asosiasi terapi bicara, Eileen McCleod. Mulanya Logue tidak tahu bahwa
Elizabeth adalah istri dari Albert yang merupakan seorang Duke of York sebab Elizabeth menyamar menjadi nyonya Johnson. Logue
adalah seorang terapis bicara berumur 50 tahun keatas yang berasal dari
Australia, dan juga seorang aktor teater. Ia mempunyai seorang istri dan 3
orang anak laki-laki. Logue membuka praktek terapi bicara dengan pendekatan modern
ala Australia (sebab Ia berwarganegara Australia - Perth). Logue bersedia
mengobati Albert dengan syarat bahwa proses terapi dilakukan di ruangan
prakteknya dan tidak boleh ada perbedaan kasta saat berlangsungnya sesi terapi (equality). Elizabeth menyanggupi syarat
ini tanpa memberitahu Albert terlebih dahulu. Malamnya, saat makan malam, Logue
menceritakan pada keluarganya bahwa ia baru saja mendapat tamu istimewa, namun
tidak diberitahukannya bahwa yang datang adalah seorang istri dari Duke of
York.
Kembali
menuju kediaman Albert, kedua anak perempuannya meminta Albert untuk membacakan
sebuah dongeng. Dengan berat hati Albert menyanggupi permintaan anaknya itu.
Dengan gagap ia menceritakan sebuah dongeng dengan judul “pinguin dan 2 orang
putri”, dimana ia menggambarkan penguin itu sebagai dirinya sendiri yang merasa
“terbatasi” untuk dapat bercengkerama dengan kedua anaknya karena kegagapannya
tersebut. Setelah anaknya tidur, Elizabeth memberitahukan kepada Albert perihal
terapis bicara baru yang Ia temukan yaitu Logue. Mulanya Albert menolak, namun
ia terima juga karena tak tega melihat perjuangan istrinya dalam menyembuhkan
kegagapannya tersebut. Sementara itu, Logue yang mendaftar untuk dapat masuk
klub teater “Putney” ditolak oleh pemilik teater karena Ia dinilai sudah tua
dan kurang berekspresi. Logue sangat kecewa saat ditolak, sebab menjadi seorang
aktor teater adalah mimpinya dari dulu.
Keesokan
harinya, Elizabeth mengajak Albert untuk segera melakukan sesi terapi bersama
Logue. Setiba di rumah Logue, Elizabeth memperkenalkan Albert pada Logue.
Elizabeth memberitahu Logue bahwa nama Johnson adalah nama samaran Albert saat
berdinas di Angkatan Laut Kerajaan, agar musuh tidak mengetahui bahwa Albert
adalah anak raja. Albert lalu masuk ke dalam ruangan praktek milik Logue, ia
segera duduk di sofa sementara Logue duduk di kursi kayu menghadap Albert
dengan jarak kurang lebih 3 meter. Dengan mimik muka yang sayu dan malas,
Albert menjawab segala pertanyaan dari Logue. Saat Logue melontarkan lelucon
dan menawarkan teh, Albert menolak dan meminta Logue untuk langsung memulai
proses terapi. Saat Albert memanggil Logue dengan sebutan dokter, Logue menolak
dan meminta Albert untuk memanggil nama saja. Giliran Logue yang bertanya
kepada Albert, dengan apakah Albert akan dipanggil. Albert meminta Logue untuk
menggunakan panggilan “Yang Mulia” lalu diikuti “Sir” dan kemudian namanya.
Logue menolak dan menawarkan untuk memanggil Albert dengan sebutan “Bertie”.
Albert marah karena Logue tidak menunjukkan sikap hormat dan kesantunan kepada
dirinya yang merupakan anak raja.
Logue
kemudian menjelaskan batasan dalam sesi praktek yang memang sudah disetujui
oleh Elizabeth. Yaitu bahwa dalam masa pengobatan, Logue dan Albert adalah
setara dan tidak dibedakan dalam hal apapun, baik status sosial maupun status
hirarkis agama (sebab Albert adalah anak dari raja Inggris yang merupakan
kepala gereja Anglikan). Dengan perasaan dongkol, Albert akhirnya terpaksa
menuruti syarat dari Logue ini. Tak lama, Albert mengeluarkan rokok dari
sakunya dan hendak merokok, namun dicegah oleh Logue. Logue bertanya kepada
Albert mengapa Ia merokok padahal merokok itu merusak kesehatan. Albert
mengatakan bahwa itu adalah rekomendasi dari dokter kerajaan untuk merelaksasi
tenggorokannya. Tak disangka, Logue mengatakan pada Albert bahwa semua dokter
kerajaan yang sudah bergelar ksatria (Knight) adalah sekumpulan orang bodoh
yang lebih mempercayai mitos kuno. Singkatnya, Albert menjawab semua pertanyaan
Logue dalam sesi terapi dengan tergagap-gagap.
Saat
Logue bertanya kepada Albert mengenai kapan Ia mengalami kegagapan, Albert
menjawab bahwa Ia sudah gagap semenjak lahir. Logue tidak percaya dan meminta
Albert untuk jujur. Albert yang marah karena merasa privasinya disinggung-singgung
segera membentak Logue dengan nada yang keras dan kata-kata yang kasar.
Anehnya, saat Albert memaki atau mengucapkan kata-kata kasar, sama sekali tidak
terbata-bata dan sangat lancar. Logue meminta Albert untuk sabar dan tenang
dalam menjawab pertanyaan yang Ia ajukan. Albert mengatakan bahwa Ia gagap saat
berumur 4-5 tahun. Logue akhirnya mengajak Albert untuk bertaruh masing-masing
1 Shilling. Logue bertaruh bahwa Ia bisa membuat Albert lancar bicara hanya
dalam waktu 5 menit. Logue meminta Albert untuk membaca sebuah buku sementara
telinganya dipakaikan earphone pada pemutar piringan hitam yang menyetel lagu
klasik. Sementara Albert mendengarkan lagu, Albert membaca beberapa kalimat
dalam buku yang kemudian percakapannya direkam oleh Logue pada sebuah piringan
hitam. Albert yang mulai merasa sesi pengobatan ini sia-sia segera pergi dari
tempat praktek Logue. Sebelum pergi, Logue memberikan piringan hitam hasil
rekaman suara Albert sebagai suvenir.
Saat
Albert pulang ke Buckingham Palace, Ia dimarahi ayahnya, raja George V, karena
tidak berusaha untuk menghilangkan kegagapannya. Selain itu, ayahnya sangat
berharap Albert akan menjadi penerus tahta kerajaan Inggris. Hal ini disebabkan
karena kakak Albert, David, berkelakuan amoral yaitu menjalin hubungan gelap
dengan istri orang dan sudah barang tentu skandal ini tidak layak bagi seorang
calon raja. Malamnya, Albert mencoba memutar piringan hitam yang diberikan
Logue, yaitu rekaman suaranya sendiri. Albert dan Elizabeth sangat terkejut
karena suara dalam rekaman piringan hitam itu adalah suara Albert yang sangat
lancar, gagah, dan teratur layaknya seorang penyiar. Keesokan harinya, Albert
dan Elizabeth kembali menjumpai Logue dan berjanji akan menuruti segala
prasyarat Logue dalam keseluruhan sesi pengobatan. Maka dimulailah proses
terapi yaitu dengan merelaksasi tenggorokan, memperkuat otot lidah dan diafragma,
serta melatih artikulasi dengan kalimat yang cepat. Cara Logue memberikan
terapi cukup unik yaitu dengan meminta Albert mengucapkan kalimat sambil melompat-lompat,
mengucapkan kalimat sambil menggumam-gumam, bernyanyi sambil menari,
mengucapkan kalimat sambil berguling-guling di lantai, berteriak keras-keras
keluar jendela, dan bahkan mengucapkan kalimat sambil melakukan sit-up.
Sandringham
Palace (kediaman raja dan ratu) tahun 1936 pada musim dingin, Albert bertemu
kakaknya, David. David adalah anak tertua dari raja George V, namun memiliki
tabiat yang buruk yaitu menjalin hubungan gelap dengan istri orang. David
bahkan meminta kekasihnya itu, Wallis Simpson, untuk menceraikan suaminya dan segera
menikah dengannya. Tentu saja hal ini adalah skandal, sebab wanita yang sudah
bercerai tidak boleh menikah dengan anggota keluarga kerajaan. Sementara itu,
kondisi kesehatan raja kian hari kian memburuk. Oleh sebab itu, kekuasaan
kerajaan sementara akan dipegang oleh dewan kerajaan (Custos Regni) sampai
kesehatan raja pulih. Seluruh anggota keluarga kerajaan pada malam itu
berkumpul di Sandringham Palace. Tak disangka, saat akan jamuan makan malam,
raja George V wafat secara tiba-tiba. Dengan demikian, pada malam itu juga,
David otomatis menjadi raja Britania Raya yang selanjutnya. Hal ini menjadi
dilema bagi Albert dan seluruh anggota kerajaan, mengingat tabiat David yang
amoral. Namun bagi Albert, hal ini adalah anugerah. Sebab Ia memang tidak mau
menjadi raja menggantikan kakaknya. Ia membayangkan bagaimana nasib kerajaan
Britania Raya yang agung apabila memiliki seorang raja yang gagap dan tak
pandai berpidato seperti dirinya.
Keesokan
harinya, Albert pergi menuju rumah Logue dan ingin mengajak Logue mengobrol.
Logue menceritakan bahwa dahulu, ayahnya adalah pembuat bir. Logue lantas
mengajak Albert untuk bernyanyi, namun Albert menolak. Logue kemudian
mengatakan kepada Albert bahwa saat menyanyi, Albert sama sekali tidak
menunjukkan kegagapan. Logue meminta Albert untuk memberikan nada apabaila
Albert sedang berbicara (seperti mendendangkan lagu). Disini, Albert mulai
menuangkan seluruh unek-uneknya kepada Logue yaitu Albert yang dahulu sering
diejek oleh David saat Ia berumur 4 tahun dengan sebutan “bu-bu-bu-bu-Berty”.
Albert menceritakan bahwa ia sebenarnya adalah seorang yang kidal, namun karena
dimarahi oleh ayahnya dan sering dihukum (punishment), maka ia terpaksa
menggunakan tangan kanannya. Albert bahkan menceritakan masa kecilnya yang
pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari pengasuhnya yang selalu
melakukan kekerasan fisik padanya seperti mencubit, menjewer, dan menghukumnya
dengan tidak memberikan makan malam apabila Albert nakal. Hal ini dikarenakan
sang pengasuh lebih menyayangi David daripada Albert, hingga berlangsung selama
3 tahun. Akibatnya hingga saat ini, Albert pun mengalami gangguan pada sistem
pencernaannya. Albert juga menceritakan adiknya, Johnie, yang meninggal di usia
3 tahun karena serangan epilepsi. Pihak kerajaan menyembunyikan kenyataan ini
karena menyangkut martabat kerajaan, padahal Albert sangat menyayangi adiknya
tersebut.
Sepulang
dari rumah Logue, Albert dan Elizabeth berkunjung ke rumah David di Kastil
Balmoral di Skotlandia. Albert sangat terkejut mendapati David sedang
mengadakan pesta minuman keras dengan kekasihnya yang masih bersuami. David
mengundang seluruh anggota parlemen seperti PM Sir Baldwin dan panglima angkatan
bersenjata Sir Winston Churcill. Lebih terkejut lagi saat Albert mendapati
kabar bahwa David memecat 80 karyawan di Sandringham untuk menghemat anggaran
yang nantinya akan dipakai membangun rumah pribadi bagi dirinya dan Wallis saat
menikah. Albert sangat marah mengetahui hal ini yang tentu saja melecehkan
gereja Anglikan dan kerajaan. Namun oleh David, kemarahan Albert dianggapnya
sebagai langkah kudeta untuk menurunkan dirinya dari tahta kerajaan. David
lantas mengulangi kembali ejekan yang dulu ia lontarkan kepada Albert yaitu
“bu-bu-bu-bu-Berty”. Albert yang merasa marah dan dongkol segera pulang
kembali.
Sepulang
dari rumah David, Albert pergi ke rumah Logue untuk menuangkan unek-uneknya.
Logue meminta Albert untuk melepaskan bebannya, bahkan jika Ia mau, dengan
mengucapkan kata-kata makian dan sumpah serapah. Mulanya Albert tidak mau,
mengingat Ia adalah orang yang terhormat. Namun, karena emosi yang
benar-benar sudah memuncak, Albert pun
mengeluarkan kata-kata makian ataupun sumpah serapah dengan berteriak seperti
“Shit”, “Bloody Hell”, “Ass”, dan “Fuck” secara berulang-ulang dengan emosi
yang membara. Saat mengucapkan kata-kata makian ini, Albert sama sekali tidak
gagap dan sangat lancar mengucapkan kata demi kata. Setelah Albert puas dengan
pelampiasannya, Logue mengajak Albert jalan-jalan ke taman. Di taman, Logue
menyarankan Albert untuk menjadi raja menggantikan David. Hal ini dilakukan
supaya kehormatan kerajaan tidak luntur dan kewibawaan kerajaan tetap dijunjung
tinggi. Jika tidak, maka kerajaan Inggris akan rapuh karena kepercayaan rakyat
dan angkatan bersenjata kepada raja hilang. Otomatis, Inggris tidak akan mampu
menghadapi serangan dari Nazi Jerman dan Kamerad Stalin dari Rusia yang
mengancam Inggris untuk berperang. Mendengar saran dari Logue, Albert marah dan
menganggap Logue adalah pengkhianat negara dengan menghasut dirinya untuk
melakukan kudeta. Albert pun pergi meninggalkan Logue seorang diri. Logue
berusaha untuk meminta maaf kepada Albert dan pergi ke rumah Albert, namun Ia ditolak
oleh protokoler istana dengan dalih bahwa Albert sedang sibuk.
Ternyata,
di dalam rumah kediaman Albert, Sir Winston Churcill memiliki pendapat yang
sama dengan Logue yaitu menyarankan Albert untuk menjadi raja menggantikan
David dan mengambil nama menjadi Raja George ke-VI. Begitu pula dengan PM Sir
Baldwin yang akhirnya mengesahkan keputusan untuk memakzulkan David dari
posisinya sebagai raja, sehingga dengan demikian Albert pun naik tahta
menggantikan kakaknya itu. Albert akhirnya dilantik secara parlementer sebagai
raja Inggris dengan nama Raja George ke-VI. Malam hari setelah dilantik secara
parlementer, Albert menangis tersedu-sedu disamping istrinya. Ia mengeluhkan
dirinya yang tidak tahu apa-apa mengenai urusan kerajaan dan menyesali dirinya
sebagai orang yang gagap dan bodoh. Singkatnya, Albert tidak mau menjadi raja
Inggris. Elizabeth berusaha menguatkan suaminya agar tabah dan kuat menghadapi
cobaan ini.
Untuk
menenangkan Albert, Elizabeth mengajaknya menuju rumah Logue. Istri Logue,
Myrtle, yang sama sekali tidak tahu apa-apa sangat terkejut saat mengetahui
bahwa pasien yang selama ini dirawat oleh suaminya adalah seorang Duke of York
dan seorang raja Inggris. Disini, Albert meminta maaf kepada logue dan
mengatakan bahwa apa yang selama ini dikatakan Logue adalah benar. Mulanya
Albert mengira bahwa Logue adalah seorang penjilat, namun hal itu tidak
terbukti sebab Logue benar-benar seorang yang cinta akan negaranya (Australia
masih masuk dalam kerajaan Inggris/Brittain Commonwealth). Albert menyampaikan
keluhannya pada Logue karena Ia akan menjadi raja yang paling bodoh dalam
sejarah kerajaan Inggris. Logue tidak setuju, Logue berusaha membangun motivasi
Albert dengan mengatakan bahwa Albert adalah satu-satunya pasien paling tegar
yang pernah ditemuinya.
Konflik
ketidakpercayaan antara Albert dan Logue terjadi saat mereka berdua meninjau
persiapan penahbisan raja di gereja Westminster Abbey. Albert mempertanyakan
kredibilitas Logue sebagai terapis yang tidak mempunyai ijazah, sertifikat,
ataupun lisensi yang mendukung profesinya tersebut namun tetap membuka praktek.
Louge mengatakan bahwa Ia memang bukan seorang dokter ataupun ahli terapis pada
umumnya. Ia adalah seorang aktor teater dan guru deklamasi yang mengajar di
sekolah menengah. Pengalamannya saat melihat tentara yang pulang dari medan
perang dengan berbagai macam kecacatan membuat Ia akhirnya menjadi
berpengalaman menangani veteran yang sulit berbicara karena stress dan tekanan
fisik di medan perang. Para tentara akhirnya dapat sembuh dan dapat berbicara
dengan normal kembali karena terapi yang diberikan oleh Logue. Terapi yang
diberikan adalah memberikan motivasi, harapan hidup, dan terapi kepercayaan,
yaitu terapi yang membuat seseorang yakin bahwa orang lain mendengarkan dia dan
selalu mendukungnya.
Albert
masih belum yakin bahwa dirinya adalah raja yang baik dan benar. Merasa jenuh,
akhirnya Logue pun duduk di kursi raja. Albert yang melihat hal ini menjadi
marah dan meminta Logue berdiri dari kursi atas nama kerajaan, sebab itu adalah
kursi kerajaan dan hanya boleh diduduki oleh raja beserta ratu Inggris. Logue
kembali bertanya kepada Albert, bukankah Ia tidak mau menjadi raja? Lalu
mengapa Ia marah begitu Logue menduduki kursi ini? Dan mengapa pula Ia meminta
Logue berdiri atas nama kerajaan? Albert hanya terdiam begitu mendengar
perkataan Logue ini. Albert akhirnya sadar dan mau dilantik menjadi raja
Inggris dengan penuh keyakinan. Singkat kata, Albert dilantik secara adat
keagamaan dan adat kerajaan oleh Uskup Agung Canterburry. Saat menonton siaran
ulang pada layar, Albert tak sengaja melihat video Adolf Hitler yang sedang
berpidato dengan berapi-api di depan puluhan ribu orang yang mendengarkannya.
Albert sangat terpukau, kagum, dan merasa sedikit iri dengan Hitler yang pandai
berbicara dan berpidato sehingga dapat mengumpulkan banyak pengikut setia.
Tiba
saatnya Albert harus memberikan pidato kepada seluruh rakyat Inggris melalui
radio terkait tantangan perang yang dilancarkan oleh Nazi Jerman kepada
kerajaan Inggris. Albert yang masih “trauma” dan gugup dengan kegagalan
sebelumnya (waktu di Stadion Wembley) meminta ajudannya untuk memanggil Logue
segera menuju ke Buckingham Pallace. Setibanya di Buckingham, Logue segera
melakukan latihan kilat bersama Albert dengan waktu kurang dari 40 menit. Logue
meminta Albert untuk mendendangkan isi pidato tersebut sambil menari-nari.
Albert melakukan hal ini dan mulai menghafal kata demi kata dalam isi pidato.
Seluruh jajaran parlemen Inggris yang ada di Buckingham Pallace pun memberikan
dukungan moril kepada Albert. Tiba waktu siaran, Albert terdiam selama kurang
lebih 15 detik saat sedang mengudara. Logue yang juga ada dalam ruang siaran
mendampingi Albert dengan komunikasi non-verbalnya seperti mimik muka, gesture
tubuh, dan gerakan bibir. Albert merasa tenang dan dapat mengucapkan seluruh
isi pidato dengan baik dan benar tanpa tergagap-gagap sedikitpun. Inggris
menyatakan untuk menerima tantangan perang Nazi Jerman. Setelah selesai siaran,
Albert mendapatkan sambutan yang luar biasa dari seluruh jajaran parlemen
Inggris, tak terkecuali oleh Elizabeth dan kedua anaknya. Hingga akhirnya
Albert dan seluruh keluarganya menuju balkon istana dan menyambut ribuan
masyarakat yang telah berkumpul di lapangan Buckingham Pallace. Akhir cerita,
Logue akhirnya dilantik dan diberi gelar “Knight of Royal Servant” untuk
mendampingi Albert di setiap pidato dan acara resmi kenegaraan. Logue pun
menjadi sahabat dekat Albert hingga Albert tutup usia. Berkat Logue, Albert
yang bergelar “King George the Sixth” menjadi simbol perlawanan dan kekuatan
rakyat Inggris pada saat Perang Dunia II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar